Connected

Saya pribadi pun tidak menyangka deretan tulisan saya selama 30 hari sebelumnya bisa menjadi seri beruntut, meskipun tidak genap 30-30nya terhubung. Koneksi ini diawali dari tokoh utama yang saya beri nama sesuai dengan nama bulan dimana proyek #31HariMenulis ini dimulai.

black-and-white-girl-hair-photography-Favim.com-884315

Continue reading “Connected”

Happy Birthday, G

image

for a man who had captain-ban on his arm
for a man who scored a beautiful long-distance goal
for a man who I adored for the very first time, 9 years ago

for a man who always be remembered as a hero
for a man who always be remembered as a leader
for a man who always be remembered as a fighter

for a man who taught us the meaning of loyal
for a man who sacrificed more than what we want
for a man who stole our hear just the way he is

happy 35th birthday, Steven George Gerrard #YNWA

image

karena You’ll Never Walk Alone capt, untuk #31HariMenulis

Di Atas Rumput, Di Bawah Langit yang Kian Redup

steven_gerrard_by_gahlaktuss-d5jkvh8

Aroma rumput yang baru disiram hujan semerbak menemani hangatnya matahari sore yang mulai muncul di balik kumpulan awan mendung. Kicauan burung gereja mulai bersahut-sahutan mengiringi teriakan-teriakan riang pemuda-pemuda yang berlarian di tanah lapang. Salah satu dari mereka memiliki tawa yang ku hafal dengan sangat baik—tawanya yang paling riang dengan senyum lebarnya. Tangan kanannya memeluk erat sebuah bola sepak, sementara tangan kirinya melambai penuh semangat ke arah teman-temannya yang berlarian cukup jauh di belakangnya.

Pemuda dengan tawa yang terriang itu tak peduli seberapa becek tanah rumput yang dipijakinya—percikan-percikan lumpur yang mengenai kaosnya bahkan sebelum mulai bermain bola pun tak dihiraukannya. Tawanya pun sesekali diselingi gurauan kepada teman-temannya yang masih saja tertinggal di belakangnya. Tanpa kusadari senyumnya menular padaku—bisa kurasakan semangatnya.

Continue reading “Di Atas Rumput, Di Bawah Langit yang Kian Redup”

Yang Tak Terucap

source: shutterstock

Matamu terus menatap keluar jendela—mungkin mengamati langit yang mulai mendung, mungkin mengamati orang-orang yang berlalu lalang, mungkin mengamati seorang ibu tua penjual bunga di seberang, aku tak tahu. Seperti diammu akhir-akhir ini pun, aku tak tahu. Seperti sorot matamu yang kian lesu, aku tak tahu. Seperti bibir yang tak lagi banyak merekahkan senyum, aku tak tahu.

Tanganmu perlahan meraih mug di depanmu—menyodorkan ke bibir tanpa memalingkan pandangan selirik pun. Mug merah yang selalu kau pakai sejak kecil itu kembali kau letakkan di atas meja—bersamaan dengan sepasang mata yang kembali menatapmu.

Senyuman. Suatu keajaiban yang tak banyak ku lihat dari sorot mata dan ukiran bibirmu belakangan ini tiba-tiba kau lemparkan padaku. Aku mulai curiga isi cangkir yang kau minum baru saja meracunimu.

Continue reading “Yang Tak Terucap”